Jumat, 27 April 2012

Empat langkah jadi novelis kondang ala Ahmad Fuadi

"Menulis itu harus ada niat," kata Ahmad Fuadi, penulis novel Negeri 5 Menara yang sudah difilmkan itu.

Kepada antaranews beberapa waktu lalu, Ahmad berkata, jika Anda tahu "mengapa Anda menulis" maka semua akan mengalir begitu saja.

Menulis novel tidak harus mengenai pengalaman luar biasa dari hidup Anda. Ahmad bilang, "Menulis berdasarkan pengamatan kita juga menarik. Penulis NH Dini atau Dewi Lestari, Habibburrahman, kan tidak harus terinspirasi kisah pribadi."

Berikut langkah-langkah menulis novel seperti dilakukan Ahmad Fuadi.
1. Sebelum menulis perlu ada pencarian ke dalam diri. Why? Mengapa Anda menulis?
Pertanyaan ini penting. Kalau Anda hanya menulis tanpa tahu alasannya, Anda akan cepat capek atau berhenti di tengah jalan karena tidak punya alasan yang kuat untuk menulis.  Jangan sangka Ahmad Fuadi tidak pernah capek ketika menulis Negeri 5 Menara, tetapi karena dia selalu teringat pada alasan dia menulis, yaitu mengikuti nasehat kyai saya, dia selalu bisa melanjutkan menulis novel itu.  

2.What? Mau menulis apa?
   Menulis itu adalah tentang sesuatu yang menarik perhatian Anda, tentang yang Anda suka, yang Anda pun tak bosan membicarakannya. Ahmad Fuadi bilang, "Kalau kita nggak bosan membicarakannya, maka kita juga nggak bosan menuliskannya."

3.How? Jawabnya adalah riset.
  - Untuk Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi melakukan banyak riset. Dia sampai pulang kampung untuk membongkar lemari lamanya dan buku-buku hariannya dari sejak dia SMP sampai sekarang. Ia membaca itu semua, lalu memberi tanda pada bagian-bagian penting. Mengapa? karena novelnya memang akan bercerita tentang flash-back memori zaman dulu. Kalau perlu tanyailah orang-orang yang berkaitan dengan buku yang akan Anda tulis. Ahmad Fuadi melakukan ini, salah satunya kepada ibunya. Ia bertanya banyak hal kepada sang ibu.
   Ahmad bercerita, "Suatu hari ibu saya masuk kamar dan dia keluar membawa kertas tebal. Saya tanya 'ini apa mak?' lalu beliau menjawab 'ini kumpulan surat kamu waktu di Gontor selama empat tahun'. Itu yang saya baca lagi dan itu "feel"nya luar biasa."
  Riset yang dilakukan Ahmad tak berhenti di situ, dia juga mencari semua foto zaman dahulu karena begitu melihat secara visual, maka teringatlah dia pada masa ketika dia di pondok. Dia ingat teman sekolah, suasana belajar, bahkan bau kelas.
Kemudian dia mengumpulkan teman-teman lama yang menginspirasi tokoh sahibul menara. Ahmad menelepon mereka, lalu bertemu.
  - Menentukan metode penulisan.
  Metode yang dipakai Ahmad adalah dengan membaca banyak buku terutama buku-buku satu genre. Negeri 5 Menara sendiri bercerita tentang kehidupan di asrama. Karena dia tidak mendapatkan novel domestik yang mengisahkan kehidupan di asrama, maka dia mencari novel dengan kisah serupa dari luar negeri. Dia baca "Malory Towers" dan "Si Badung" karya Enid Blyton. Kisah kehidupan asrama di dua buku ini dinilainya seru. Dia juga membaca Harry Potter yang juga mengisahkan kehidupan asrama.
Istrinya, Yayi, lalu membantunya menemukan sebuah novel tentang kehidupan asrama di Inggris pada abad ke-18.
  - Bagaimana menulis novel
    Ahmad mengaku tidak tahu bagaimana menulis novel.  Dia hanya tahu menulis berita.  Dengan rumus 5W+1H, semua fakta bisa ditulisnya, tapi dalam novel harus ada perasaan.  Berbeda dari menulis berita yang tidak boleh memakai perasaan. Ahmad perlu belajar hal baru itu. Lalu, istrinya membelikan dia buku "how to write a novel". Istrinya bilang, "Coba kamu baca deh siapa tahu bisa membantu."
Ahmad sampai harus membaca delapan buku mengenai menulis novel. Mulai dari tehnik membuat pembukaan, buku tentang dialog, dan macam-macam tehnik lainnya. Dia membaca semua buku itu, sambil terus menulis.
Kesimpulannya, riset, baik riset metode maupun riset konten, adalah  luar biasa penting.

4. Memulai menulis novel
   Ahmad beruntung pernah menjadi wartawan karena pekerjaannya setiap hari menulis. Dia memakai energi itu untuk menulis setiap hari. Setiap hari dia menulis satu hingga satu setengah jam.  "Saya pikir kalau saya bisa nulis satu halaman sehari, dikali 365 hari berarti dalam setahun sudah jadi 365 halaman," katanya.  Tinggal kemudian menyunting naskah itu. Serahkan tugas ke orang lain, dan Ahmad menyerahkannya kepada sang istri. Setiap hasil suntingan dikembalikan kepada Ahmad. Jadi, proses menulis novel itu lama.  Ahmad sendiri menghabiskan waktu 1,5 tahun untuk menulis Negeri 5 Menara.  Waktu yang sama dia alokasikan untuk Ranah 3 Warna. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar