Sepucuk surat terlayang dari
negeri Yaman, dari seorang ‘alimah muhadditsah yang dikenal dengan nama Ummu
‘Abdillah al-Wadi’iyyah. Putri seorang muhaddits zaman ini, asy-Syaikh Muqbil
bin Hadi al-Wadi’i, sebagai lecutan semangat bagi para muslimah di Indonesia untuk
menuntut ilmu syar’i.
untuk saudaraku di jalan Alloh Ummu Ishaq Al Atsariyah
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Setelah memuji Alloh
subhanahu wa ta’ala, aku kabarkan padamu, wahai Ummu Ishaq, bahwa telah sampai
padaku dua pucuk surat darimu, semoga Alloh menjagamu dan aku doakan semoga
Alloh mencintaimu, yang Dia telah menjadikanmu cinta kepadaku
karena-Nya.
karena-Nya.
Adapun mengenai
permintaanmu agar aku menulis risalah kepada akhwat salafiyat di Indonesia , aku
jawab bahwa aku telah menulis kitab Nashihati lin-Nisaa (Nasihatku untuk
Wanita) yang sekarang sedang dicetak. Bila kitab itu telah terbit, Insya Alloh
akan kami kirimkan kepadamu, semoga Alloh memudahkannya.
Adapun nasihatku
dalam thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu agama) bagi wanita, maka aku katakan:
Hendaklah wanita memulai dari perkara yang Alloh wajibkan atasnya, seperti
mulai dengan belajar ilmu tauhid yang merupakan pokok agama ini, karena Alloh
tidak akan menerima amalan apa pun dari seorang hamba jika ia tidak
menauhidkan-Nya dalam ibadah tersebut. Sebagaimana Alloh berfirman dalam hadits
qudsi : “Aku paling tidak butuh kepada sekutu-sekutu dari perbuatan syirik.
Siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dalam amalan tersebut dia menyekutukan
Aku dengan yang lain maka aku tinggalkan dia dan sekutunya.”
Juga mempelajari
thaharah, cara bersuci dari haid, nifas dan setiap yang keluar dari dua jalan
(qubul dan dubur/kemaluan depan dan belakang), dan mempelajari tata cara
shalat, syarat-syarat dan kewajiban-kewajibannya. Demikian pula mempelajari
tata cara haji jika ia ingin menunaikan ibadah ini, dan seterusnya… Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi
setiap muslim.”
Setelah itu, jika
wanita tersebut termasuk orang-orang yang berkesinambungan dalam menuntut ilmu,
maka hendaklah ia menghafal Al Quran bila memang itu mudah baginya dan juga
menghafal hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tentunya disertai
pemahaman dengan memohon pertolongan kepada Alloh ‘azza wa jalla. Kemudian
merujuk kitab tafsir kalau ada masalah yang berkaitan dengan Al Quran, seperti
Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Jarir. Jika masalahnya berkaitan dengan
Sunnah, maka merujuklah kepada kitab-kitab syarah dan fikih seperti Fathul
Bari, Syarhun Nawawi li Shahih Muslim, Nailul Authar, Subulus Salam, Al Muhalla
oleh Ibnu Hazm.
Dan perkara yang
sangat penting dan tak bisa diabaikan dalam hal ini adalah doa kepada Alloh
subhanahu wa ta’ala karena doa termasuk sebab yang menolong untuk memahami
ilmu. Oleh karena itu, hendaknya seorang insan memohon kepada Alloh agar
menganugerahkan pemahaman kepadanya.
Jika ada para
pengajar wanita (guru/ustadzah) yang mengetahui Al Quran dan As Sunnah, maka
berguru kepada mereka merupakan perkara yang baik, karena seorang guru akan
mengarahkan penuntut ilmu (murid) dan menjelaskan kepadanya kesalahan-kesalahan
yang ada. Terkadang seorang penuntut ilmu menyangka sesuatu itu haq (benar),
namun dengan perantaraan seorang guru ia bisa mendapatkan penjelasan bahwa hal
itu ternyata salah, sedangkan Al Haq (kebenaran) itu menyelisihi apa yang ada
dalam prasangkanya.
Tidak menjadi
masalah bagi seorang wanita untuk belajar pada seorang syaikh, akan tetapi
dengan syarat selama aman dari fitnah dan harus di belakang hijab (ada tabir
pemisah), karena selamatnya hati tidak bisa ditandingi dengan sesuatu. Jangan
engkau menganggap sulit urusan menuntut ilmu karena Alhamdulillah menuntut ilmu
itu mudah bagi siapa yang Alloh subhanahu wa ta’ala mudahkan, sebagaimana
firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS Al-Qamar: 17),
dan sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa
agama yang hanif (lurus) dan mudah. tetapi, ingatlah bahwa ilmu itu memerlukan
ketekunan dan kesungguh-sungguhan sebagaimana dikatakan: “Berilah kepada
ilmu semua yang ada padamu, maka ilmu itu akan memberimu sebagiannya”.
Juga sebagaimana
dikatakan oleh seorang penyair “Wahai saudaraku, engkau tidak akan memperoleh
ilmu kecuali dengan enam perkara. Aku akan beritahukan kepadamu perinciannya.
Kepandaian, ketamakan (dalam mencari ilmu), kesungguhan dan memiliki bekal.
Berteman dengan guru dan masa yang panjang.” Maksud ucapan sya’ir “bulghah”
(memiliki bekal –red) adalah sesuatu yang bisa dimakan, karena termasuk perkara
yang dapat menegakkan badan adalah makanan.
Berhati-hatilah
wahai saudariku –semoga Alloh menjagamu– dari bersikap taklid (mengikuti tanpa
ilmu) dalam masalah-masalah agama, karena sikap taklid itu adalah kebutaan.
Padahal Alloh subhanahu wa ta’ala telah memberikan akal kepada manusia dan
memberi nikmat dengan akal tersebut sehingga manusia unggul dengannya.
Adapun pertanyaanmu
“Bagaimana caranya agar seorang wanita bisa menjadi pembahas/peneliti yang kuat
(dalam ilmu din)?” Maka jawabnya –semoga Alloh menjagamu : Masalah-masalah ilmu
itu beragam dan sungguh Alloh subhanahu wa ta’ala telah mendatangkan untuk
agamanya ini orang-orang yang berkhidmat padanya. Maka mereka memberikan setiap
macam ilmu itu haknya, sebagai permisalan: Jika suatu masalah itu berkaitan
dengan hadits, maka hendaknya engkau merujuk kepada kitab-kitab takhrij seperti
kitab Nashbur Rayah oleh az-Zaila’i, Talkhishul Habir oleh Ibnu Hajar al-‘Atsqalani
dan kitab-kitabnya Syaikh Al Albani rohimahulloh yang padanya ada takhrij
seperti Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah dan Silsilah al-Ahadits ad-Dha’ifah.
Jika masalahnya berkaitan dengan fikih, maka hendaklah engkau merujuk kepada
kitab-kitab yang memang ditulis untuk membahas fikih, seperti kitab-kitab yang
telah aku sebutkan sebelum ini, demikian seterusnya…
Saudariku, semoga
Alloh menjaga dan memeliharamu… Sanjunglah Alloh ‘azza wa jalla karena Dia
telah menjadikanmu mengenal bahasa Arab. Aku katakan kepadamu bahwa bahasa Arab
saat ini telah banyak mengalami penyimpangan (pembelokan dari bahasa Arab yang
fasih) dan telah masuk pada bahasa ini kebengkokan yang memalingkan dari
kefasihan. Akan tetapi, masih ada kitab-kitab bahasa Arab yang bisa engkau pelajari
dan engkau baca serta engkau pergunakan agar lisan menjadi lurus (fasih dalam
berbahasa Arab). Kitab-kitab yang dimaksud adalah kitab-kitab nahwu. Bagi
pelajar pemula hendaknya mulai dengan mempelajari kitab Tuhfatus Saniyah,
setelah itu kitab Mutammimah al-Ajurumiyah, lalu kitab Qathrun Nada dan Syarhu
Ibnu ‘Aqil. Dan sepertinya kitab-kitab ini sudah mencukupi bagi penuntut ilmu
yang ingin mempelajari ilmu nahwu.
Demikianlah wahai
saudariku, jangan lupa untuk menyertakan aku dalam doa kebaikanmu karena doa
seseorang untuk saudaranya yang muslim yang jauh dari dirinya itu mustajab
(diterima Alloh subhanahu wa ta’ala).
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Ditulis oleh saudarimu fillahWalhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyah
Sabtu, 20 Ramadhan 1418 H
(Diterjemahkan oleh Ummu Ishaq Zulfa Husein dari
kampung damai, 12 agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar